TIFOSI,HOBI & ENTREPRENEURSHIP

Mari berbagi pengalaman

Sabtu, 28 Desember 2013

Quote Love

Sedikit melenceng dari yang seharusnya ada di blog gw.. tapi blog tetaplah blog.. isinya sesuai mood si empunya si blog hehehe.

ini hari ane mau posting Quote Romantis.. hahhah, secara baru kali ini maming gw ngerasa sepi, cuma laptop dan blog ini yang temenin gw.
ok tanpa panjang lebar mari di simak, semoga ada manfaatnya terutama buat kalian yang udah berpasangan.

  • Cari cowok/cewek yg bisa jaga dirinya sendiri di saat lagi gak sama pacarnya itu juara, patut di pertahanin. bisa jaga perasaan pacarnya jg.
  • Kalo cewek udah marah intinya sih jangan malah ngejawab terus & lo jgn balik marah. Udah lo diem aja, dengerin dia, kalo udah selesai peluk.
  • Jangan pernah ngebentak cewek sekesal/semarah apapun lo sama cewek. karena itu sangat menyakiti perasaan dan hati mereka.
  • Seriously, cowok yg hebat, baik, dan emang serius dengan sebuah hubungan itu nggak akan pernah ada maksud untuk merusak ceweknya.
  • Bodoh itu disaat gue ngejar2 lo, tp lo sia2in gue gitu aja. Giliran gue udah sm yg lain, lo baru nyadar kalo gue emg orang yg tepat buat lo.
  • Disaat lo mau jadi orang lain, ada banyak orang yg mau jadi lo. Lo luar biasa, dengan cara lo sendiri. :)
  • Cewek yg malem minggunya dirumah itu lebih cantik, kece & gemesin apalagi sm keluarga atau temen. Daripada cewek yg keluar malem gak jelas.
  • Nyaman adalah segalanya. Tampang, materi, ataupun yg lainnya bakal kalah kalo dlm hubungan itu udh ada rasa nyaman. Apalagi kalo nyaman bgt.
  • Kamu disakitin? Tenang, anggap aja itu adalah pemanasan sblm kamu menyambut kebahagiaan yg sudah diatur oleh Tuhan. Tetaplah jadi org baik.
  • Selagi aku masih berjuang, tolong jangan di abaikan. Jika aku sudah lelah berjuang dan pergi, kamu yg nanti akan menyesal. Lihat saja. :)
  • selingkuh itu gampang loh.. tp apa lw ga mau coba suatu yang lebih menantang?!! seperti SETIA 
ok lah segitu aja yang ane pos di sini. moga banyak manfaatnya ya.. salam dunia kamera...
beautiful place, beautiful moment, beautiful picture...

Rabu, 24 Juli 2013

MERAWAT DAN MENGHINDARI KERUSAKAN PADA KAMERA DSLR

Merawat kamera agar tidak mengalami kerusakan adalah hal penting yang harus diperhatikan tuh untuk kita sebagai pemilik. "jujur aje saya udah anggap kamera saya sebagai pacar ke 2 setelah motor hahah" oya dalam merawat kamera ada 4 komponen yang penting sekali dari kamera yang sangat sangat perlu kalian perhatikan. yaitu Lensa, Batrai, Bodi Kamera, dan Kartu Memori Kamera. oleh karena itu saya akan menjabarkan 1 per 1 cara perawatan kamera dari beberapa bagian kamera.

1. CARA MERAWAT LENSA KAMERA

  • Jangan menyentuh bagan optik lensa dengan jari.
  • Pasang selalu filter pelndungnya atau gunakan langsung lensa hood.
  • Pasang selalututup lensanya ya bro sis. apa lag jika sedang tidak untuk memfoto, hal ini agar resiko debu menempel di kamera berkurang.
  • jika ingin membersihkan lensa, gunakan Blower > lens brush > lens cloth jika ada bekas jari yang menempel.

2. CARA MERAWAT BATERAI KAMERA
  • Jangan men-charge baterai terlalu lama. jika indikator batrai telah penuh, segera cabut batrai dari charger.
  • Usahakan selalu men-Charge baterai dengan penuh. jika belum penuh di usahakan jangan di cabut bro. karena bisa mengakibatkan batrai drop.
  • Jika kamera tidak di gunakan dalam waktu yang cukup lama, ada baiknya nih batrai kita lepas aja dari kamera.
  • nah ini nih,, buat kalan yang beli kamera dengan sangat memaksa dan lebih banyak menggunakan part yang tidak original, hal itu bisa membuat umur kamera kita pendek. terutama di batrai, karena VOLTAGE dari batai tersebut tidak cocok dengan kamera, jika di gunakan dalam waktu yang sangat lama. perbedaan Voltage tersebut bisa membuat fungsi fungsi kamera terganggu, bahkan bisa membuat kamera tidak berfungsi kembali.
 3. CARA MERAWAT BODI KAMERA
  • Saat kita ingin membersihkan bagian luar kamera, gunakan selalu menggunakan kain yang lembut supaya tidak menggores body kamera.
  • Jika debu masih menempel pada bagian sulit di jangkau dengan kan, ada baiknya gunakan blower untuk menyemprot debu tersebut.
  • Saat ingin membersihkan bagian sensor dengan blower jangan lupa untuk menutup atau me-lock up mirror ke atas.
  • Lapisi LCD dengan pelindung seperti screen guard.
  


4. Cara merawat kartu Memori kamera
  • Biasakan selalu menyimpan kartu memori dalam casing yang di sertakan dalam pembelian, hal ini untuk mengurang kartu memori dari debu.
  • Jauhkan memori dari benda yang mengandung medan magnet.

Untuk di ingat bro n sis perawatan dan penggunaan yang tidak baik pada kamera selain membuat rusak kamera tersebut juga bisa membuat hasil kamera tersebut akan tidak optimal. hal ini bisa terjadi jika anda dengan sembrono memasang lensa hingga sensore kamera terkena debu. maka ketika melakukan pemotretan, maka hasil foto akan nampak terkena noda seperti jamur, dan  ini contoh fotonya.
sangat mengganggu kualitas foto kan..

oya nih untuk menghindari kamera dari kerusakan, penyimpanan yang baik juga merupakan hal terpenting, benda yang kuat dan di lapisi busa lembut. contoh plat besi atau fiber berfungsi untuk menahan kamera dari benturan, sedangkan busa menghindari kamera dari goresan. selain itu jangan meletakan benda di dekat benda yang mengandung jamur. jaga pula agar kamera tidak di letakan dalam tempat yang lembab. sebisa mungkin nh jika anda sudah selesai menggunakan kamera bersihkan dahulu dan simpan di tas penyimpanan kamera khusus.

semoga bermanfaat ya artikel saya ini. karena ilmu dan pengalaman itu bukan untuk kita sendiri, tapi berguna untuk orang lain. ok selamat hunting ya bro sis

Blower


 Lens Brush


Lens Cloth

Sabtu, 29 Juni 2013

SEGITIGA UTAMA DALAM DUNIA FOTOGRAFI

Segitiga utama dalam fotografi itu ada 3. ke tiga hal ini sangat penting sekali loh untuk bro n sis yang ingin tau dasr dalam mempelajari dunia fotografi, jangan sampai kita punya kamera SLR tapi kita hanya asal memakainya,, kalo istilah saya itu namanya ASTRA alias ASal TeRAng, hahahaah.
apa si ke3 segitga utamma itu?!
1. Aperture
2. Shutter Speed
3. ISO
yuk kita bahas 1 per 1 apa kegunaan dari masing masing segitiga utama tersebut.

1. Aperture
Aperture adalah  tingkat bukaan lensa yang mengakomodasi cahaya yang masuk kedalam sensor kamera.
Penggunaan apature besar {nilai F kecil} bisa di gunakan untuk memotret objek dengan kondisi:
@. Untuk memotret minim cahaya sehingga kecepatan rana yang dihasilkan akan sangat rendah.
@. Untuk memperolah Depth of Field yang sempit, sehingga subjek foto tajam tapi latar belakang    menjadi Blur/kabur.
Penggunaan aperture Kecil { Nilai F besar} sering kali di gunakan pada kondisi.
@. Untuk memotret objek dengan kondisi pencahayaan yang sangat terang.
@. Untuk menghasilkan Depth of field yang besar, sehingga seluruh element di dalam frame terlihat tajam.

contoh foto dengan {Nilai F Kecil}
 
 Kamera canon 1100D Aperture f/4.5, Shutter Speed 1/60 s, ISO 200.

contoh dengan {Nilai F Besar}
 Kamera Canon 1100D Aperture f/18, shutter Speed 1/30 s, ISO 400.

ok postingnya bersambung ya. berhubung saya ngepost saat jam makan siang. selanjutnya saya akan menjelaskan tentang Shutter Speed dan ISO :-D

Rabu, 26 Juni 2013

WELCOME TEVEZ..

Carlitos atau yang akrab di sebut Tevez, pemain argentina yang sebelumnya bermain untuk Manc City, sekarang telah berpindah tim ke Juventus FC, banyak Pro dan Kontra dengan kedatangan pemain ini?? kenapa!! yah karna no punggung yang akan dia gunakan. yupz no 10 sebuah no yang biasanya di pakai oleh pemain juventus yang begitu loyalitas dan mampu menjadi jendral di lapangan.
sebenarnya buat saya sendiri permasalahan no punggung 10 itu bukan masalah. karena belum terlihat peforma dan kontribusi tevez untuk juventus kita. kalaupun bagus yang kontra pasti akan pro,, kalau buruk sudah pasti si tevez akan jadi penghangat bangku cadangan atau bahkan akan menjadi pemain yang akan di jual. Yah bagai manapun yang terbaiklah yang kita doakan buat Tim kesayangan kita Juventus. moga musim 2013-2014 juventus bisa mendapat lebih dari 1 gelar atau treble semoga.
FORZA JUVENTUS
FINO ALA FINE JUVE

 

Sabtu, 22 Juni 2013

TOLONG DAMAILAH SEPAKBOLA INDONESIA KU

Sabtu sore, 22 Juni 2013. Sebuah ritual hendak saya jalani. Kopi sudah diseduh. Kacang tanah sudah matang direbus. Tetapi kabar tak enak datang berembus.
“Bus pemain Persib dilemparin suporter Persija. Kacanya pecah. Sepakbola kita makin gila!!!” sebuah pesan pendek masuk ke ponsel saya. Dari seorang kawan yang kebetulan sedang melintas di dekat lokasi kejadian.
Menurut informasi pihak kepolisian yang saya baca di laman maya, bus rombongan pemain Persib Bandung dilempari oleh sejumlah orang ketika baru saja meninggalkan hotel tempat mereka menginap di kawasan Jalan Gatot Subroto. Penyerangan itu memaksa mereka untuk meninggalkan Jakarta saat itu juga.
Saya pun membalas pesan berisi tiga kalimat itu singkat, “Sinting!”
Ritual saya batal. Ritual menonton pertandingan sepakbola di setiap Sabtu sore gagal. Partai klasik Persija Jakarta melawan Persib Bandung yang saya tunggu-tunggu hanya menyisakan rasa kesal. Sebab di televisi yang sedianya akan menyiarkan pertandingan tersebut diumumkan bahwa Persib urung datang ke Stadion Gelora Bung Karno.
Saya bukan pendukung Persija kendati lahir dan tinggal di Jakarta. Saya pun tak pernah menjadi suporter Persib Bandung bukan lantaran pernah gagal menjadi mahasiswa di salah satu perguruan tinggi swasta di sana. Saya adalah pendukung sepakbola Indonesia. Titik.
Maka saya pun kerap meradang jika ada orang-orang yang mengganggu perkembangan sepakbola Indonesia. Pengurus, pemain, suporter, siapapun mereka. Sepakbola kita tak maju-maju. Bisanya ya cuma begitu. Melempar batu kepada para seteru.
Pasti akan ada aksi pembalasan dari mereka yang mengaku suporter Persib kepada orang-orang Jakarta yang sedang sekedar plesir di Bandung, pikir saya. Seperti yang sudah-sudah. Seperti yang selalu begitu. Beberapa jam kemudian apa yang saya pikirkan terjadi.
Saya membaca berita di sebuah situs pemberitaan. Sebuah mobil berplat B dirusak massa di Bandung. Pemiliknya seorang penyanyi asal Bandung yang sedang berkendara bersama anaknya yang baru berusia 4 tahun.
Ketika kita baru bisa melempar batu, tim nasional sepakbola Tahiti sudah bisa menjadi Juara Oceania dan berlaga di Piala Konfederasi Brasil 2013.
Ketika kita baru bisa melempar batu, suara nyinyir lebih lantang dari prestasi. Ramai-ramai Tahiti di-bully di media sosial seperti merajam orang sundal. Sepakbola di Kepulauan Pasifik dituding tak laik bertarung sejajar dengan negara-negara sepakbola. Para pelempar batu lupa, Tahiti justru belajar di laga-laga besar. Kekalahan telak dari Nigeria 1-6 dan Spanyol 0-10 terjadi karena mereka telah punya prestasi.
Tahiti memang kalah kelas dari Nigeria, bahkan kalah lima kelas dari Spanyol tetapi mereka telah menyusun bebatuan untuk menguatkan fondasi sepakbola ketimbang melemparkannya kepada lawan. Bahkan, para pelempar batu juga lupa bahwa Tahiti memiliki peringkat lebih baik dari tim nasional kita dalam daftar milik FIFA.
Ketika kita baru bisa melempar batu, jangan-jangan kita memang masih hidup di jaman batu.
Ah! Sinting!

Selasa, 18 Juni 2013

Paul Cumming!! NYATA Kecintaan terhadap Sepak Bola Tanpa Syarat {PART END}

"Trims banyak. 99,9% orang di Indonesia sangat baik dan ramah. Mungkin saya hanya unlucky saja."

Kalimat di atas diucapkan Paul Cumming -- lengkapnya Paul Anthony Cumming -- melalui akun twitter-nya [@papuansoccer]. Kalimat itu merupakan jawaban terhadap mention seseorang yang mengatakan dirinya baru sadar kenapa sepakbola Indonesia tidak kunjung berprestasi setelah membaca feature tentang Paul yang saya tulis untuk subkanal About the Game di detiksport ini.

Lihatlah, dia bahkan tetap mengatakan sesuatu yang positif tentang negeri ini setelah serangkaian pengalaman pahit berinteraksi dengan sepakbola dan orang-orang Indonesia. Apa yang bisa kita katakan kepada orang seperti Paul ini? Orang yang bodoh? Lugu? Naif? Entahlah.

Mungkin ini yang disebut "cinta tanpa syarat". Lelaki kelahiran 8 Agustus 1947 ini memang mencintai Indonesia dengan segala keindahan dan kebrengsekannya.

Andai Paul masih menjadi warga negara Inggris, di usianya yang sudah menginjak 66 tahun ini dia akan bisa menikmati akhir pekan yang manis. Jika masih jadi warga negara Inggris, dia bisa menikmati tunjangan masa tua dari pemerintah sebesar 50 poundsterling per minggu. Dengan nilai tukar sekarang, angka itu sekitar 3 juta rupiah per bulan. Jumlah itu belum ditambah dengan biaya transportasi dan kesehatan yang gratis serta mendapatkan tunjangan khusus untuk biaya rumah.

Dan itu semua bisa diperolehnya dengan cuma-cuma di masa tua, sebagaimana para pembayar pajak lainnya jika sudah memasuki usia lanjut. Bandingkan dengan 650 ribu yang diperolehnya dari usaha menyewakan play station.

Dan yang pasti, Paul bisa berjalan-jalan keliling London, menonton pertandingan Liga Inggris secara langsung di stadion, atau sesekali pergi ke Anfield untuk menonton kesebelasan Liverpool yang sangat dia sukai. Bukan seperti sekarang yang hanya menonton Liverpool melawan Chelsea pada kompetisi game Winning Eleven di ruangan 2 x 3 meter di belakang rumahnya.

Dia sendiri bukannya tak ingin untuk sesekali pulang ke Inggris, sekadar menjumpai handai taulannya yang masih hidup. Tapi nyaris mustahil dia pergi ke Inggris. Jangankan untuk berangkat ke sana, untuk sekadar berbicara dengan saudara lewat telepon pun Paul tak sanggup. Hingga hari ini, sudah hampir 38 tahun ia tak kembali ke Inggris.

Ia pernah dijanjikan tiket pulang saat menukangi PSBL Bandar Lampung. Hanya saja, tiket kepulangan itu bukan tiket pulang pergi ke London, tapi pulang pergi ke Pantai Ringgung, salah satu pantai di Lampung yang memang jadi kediamannya selama di Lampung.

Satu-satunya penyesalan untuk kegagalannya menengok Inggris adalah tak sempat lagi bertemu ibundanya. Dia mengaku tak pernah menceritakan segala hal pahit yang ia alami di Indonesia pada sang ibu. Paul cemas itu akan membuat ibunya sedih. Kepada sang ibu, dia hanya mengisahkan cerita-cerita bagus tentang pengalamannya di Indonesia.

Dan untuk satu hal ini, untuk urusan dengan sang ibu, Paul tak tahan untuk tidak meneteskan air mata. Saya melihat matanya berkaca-kaca ketika mengisahkan bagaimana inginnya dia mengirimkan kado ulang tahun saat ibunya merayakan hari kelahirannya yang ke-79. Paul sudah membeli taplak meja khas Indonesia untuk ibunya. Tapi kado itu urung dia kirimkan. Harga pengiriman paketnya tak sanggup dibayarnya. Sampai saat ibunya wafat pada 2011 silam, tak sekali pun Paul bisa melihat ibunya lagi.

Apakah Paul menyesal? Sama sekali tidak. Dengan nada yang mencoba meyakinkan saya, dia mantap berkata: "Meskipun kondisi saya seperti ini, saya tak pernah menyesal jadi WNI."

Jika pun masih ada hasrat yang tersisa, dia masih memendam keinginan untuk menengok kembali tanah kelahirannya, setidaknya satu kali saja, sebelum dia menutup mata untuk selama-lamanya.



**

Saya pribadi tak ada maksud jauh-jauh mendatangi Paul di Lereng Semeru untuk kembali mengungkit-ngungkit kesedihannya itu. Tujuan saya mulanya untuk mangajaknya berbicara dan mengenang sepakbola Indonesia di dekade 1980-1990an. Saya harap, dengan berbincang bersama orang bule, kami bisa bicara-bicara secara lebih terbuka.

Saya memang mendapatkan cerita-cerita mengenai sepakbola Indonesia di masa lalu, tetapi hanya sedikit. Saya lupa dengan tujuan saya -- terutama setelah melihat sendiri berlangsungnya sebuah adegan tak lama setelah saya sampai di kediamannya.

Saat saya masuk, ternyata di dalam ada tamu. Saya diam menyimak pembicaraan-pembicaraan yang ada. Tamu tersebut ternyata sekretaris notaris yang menguruskan administasi surat-surat tanah Paul. Perhatian saya mulai tertarik ketika melihat respons serta gesture Paul saat mengetahui berapa nominal pajak yang meski ia bayar.

"Dua juta yah?" katanya sembari memijat-mijat keningnya. "Sekarang sayangnya saya tidak punya uang. Nanti akhir bulan saya punya, tapi hanya 650 ribu dari hasil rental PS, bagaimana?" katanya lagi.

Saya langsung mengabarkan apa yang saya alami pada editor saya di Bandung. Alhasil misi pun berubah. Editor saya meminta untuk menggali kisah-kisah Paul dengan lebih detil, bukan untuk menguak-nguak cerita sedih, tapi terutama untuk memotret bagaimana seorang "perantau sepakbola" sepertinya punya daya tahan yang luar biasa menghadapi deraan persoalan hidup yang seakan tiada putus.

Kisah-kisah sedih Paul memang bukan hal baru di telinga para penggemar sepakbola Indonesia. Beberapa media besar seperti koran Tempo, Kompas, majalah Kartini dan media-media lain, baik cetak maupun elektronik pernah mengangkat kisah hidupnya.

Saat kisahnya diangkat ke majalah Kartini tahun 2001 silam, banyak orang yang ingin ingin menyalurkan bantuan dan meminta nomor rekeningnya. "Saya tolak permintaan itu, saya bukan tipikal orang yang dengan mudah menerima bantuan orang lain selama saya mampu berusaha," katanya.

Prinsipnya itu dilakukan hingga sekarang, sedikit oleh-oleh yang saya berikan menjelang kepulangan pun enggan ia terima. Setelah saya paksa dan "ancam" baru ia mau menerimanya.

Dia punya rasa hormat yang sangat tinggi terhadap dirinya sendiri, sama tingginya dengan rasa hormat yang ia punya terhadap negeri ini dan orang-orangnya. Saya kira, itulah sebabnya dia masih bisa mengatakan "99,9% orang Indonesia itu sangat baik dan ramah, saya mungkin hanya unlucky saja".

**

Setelah feature saya beredar di dunia maya, malamnya saya terkejut mendapatkan telepon dari nomor tak dikenal. Setelah diangkat suaranya pun samar-samar tak jelas, selain karena sinyal yang menjemukkan, intonasi dan logatnya pun aneh. Ternyata dia Paul Cumming. Alamak, saya lupa menyimpan nomornya.

Dalam perbincangan yang singkat itu, Paul berterima kasih dan senang dengan respons masyarakat Indonesia terhadap dirinya. Saya sedikit tertawa ketika dia mengeluhkan ada salah satu tulisan di kolom komentar yang bernada sinis kepadanya. Tetapi ia tak marah. "Komentar semuanya bagus," katanya dengan logat bahasa Inggris yang masih teramat kental.

Paul memang masih bisa mengakses internet. Selama ini hanya akses internetlah yang menghubungkan Paul ke dunia luar. Saling bertukar email dengan saudara dan mantan rekan yang menggeluti dunia sepakbola. Internet itu diaksesnya lewat laptop usang dan sebuah modem yang sinyalnya datangnya tidak bisa diduga-duga. Kadang dapat, kadang tidak.

Laptop itu ia beli 2010 silam semasa jadi Pelatih Persewon Wondama. Saya masih ingat debu yang melekat di atas keyboard laptopnya itu tebalnya bukan main, menandakan barang itu memang akhir-akhir ini jarang dipakai dan dibersihkan. Uang dari rentalan PS selalu ia sisihkan untuk membeli pulsa modem yang dipakainya secara selektif untuk menghemat pulsa.

Selain laptop, kekayaan lain yang dimiliki Paul adalah gunungan kliping-kliping surat kabar. Paul memang apik dalam menyimpan barang. Banyak artefak-artefak keren yang saya temukan di sana, mulai dari teamsheet final Persib Bandung versus Perseman Manokwari tahun 1986 hingga lampiran Match Day Program klub lokal Inggris tahun 1903.

Khusus kliping tentang dirinya sendiri ia menyimpan khusus. Entah mengapa, kliping-kliping yang selalu memberitakan dirinya selalu menyedihkan dari diminta deportasi oleh Solihin GP yang waktu itu menjabat Ketua Umum Persib tahun 1985 [saat itu Persib bertemu Perseman di final Divisi Utama Perserikatan] sampai penusukannya di Lampung 2001 silam.

Ada pelajaran hidup yang saya dapat dari Malang. Paul mengajarkan ketegaran dan kesabaran, ia bukan tipikal orang senang menyelesaikan masalah dengan kemarahan. Beberapa kali saya tertawa geli saat ia menceritakan bagaimana mantan-mantan asisten dan pemainnya bersikap yang membuat ia jengkel, mulai dari pengaturan skor, mabuk-mabukan, melakukan tindak kriminal hingga menghamili anak orang. Semua itu diceritakannya dengan jenaka tanpa ada dendam.

Humor seringkali menyelamatkan seseorang dari derita yang sebenarnya tak tertanggungkan. Paul tahu benar fungsi humor itu. Jika ada yang mengatakan bahwa humor paling berkualitas adalah humor yang sanggup menertawakan diri sendiri, Paul adalah masternya. Saat derita sudah tak lagi bisa ditolak, kenapa tidak sekalian saja menertawakannya jika dengan itu kita bisa bertahan lebih panjang -- setidaknya agar waras di kejiwaan?

Sepakbola adalah hidup Paul Cumming. Dia terdampar di Indonesia karena sepakbola, dan dia dikecewakan berkali-kali juga oleh sepakbola. Tapi sepakbola tak mungkin dia lupakan. Sepakbola sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupannya.

Dia kini tak bisa lagi melatih karena cedera tulang belakangnya membuatnya sangat berhati-hati agar tidak terjatuh lagi. Jika dia terjatuh, dia terancam bahaya yang bisa membuatnya sakit dan tak tersembuhkan, setidaknya demikian dokter berkata padanya.

Agar tetap terhubung dengan sepakbola, banyak cara dia lakukan. Membuka usaha rental play station adalah salah satu upaya Paul untuk tak terputus dengan sepakbola. Suara fiktif sorak-sorai penonton di game PS sepakbola akan selalu mengingatkannya pada sepakbola, pada lapangan hijau, dan tentu saja pada kehidupannya sendiri.

Di masa mudanya, semua uang saku yang ia punya bisa habis hanya untuk menonton pertandingan di hari Sabtu. When saturday comes bukan parafrase yang klise bagi Paul muda, itu parafrase sangat menyenangkan baginya.

Di masa tuanya sekarang, dia beruntung mempunyai match day programme yang meng-cover lebih dari 150 ribu pertandingan sepakbola sejak awal abad 20. Koleksinya itu membuatnya bisa mengakses starting-line up ribuan pertandingan, siapa yang cetak gol, menit berapa terjadinya gol, dan data-data teknis pertandingan lainnya.

Jika anda menelusuri ocehan Paul di twitter, beberapa hari lalu dia sempat merespons kicauan seseorang yang berkicau tentang Keith Kayamba Gumps. Paul merespons begini: "Saya punya matchday programme antara St. Kitts & Nevis lawan Oldham Athletic pada 24 Mei 1998. Keith Gumbs lahir 11/9/1972.

Bayangkanlah seorang tua menikmati pertandingan sepakbola melalui lembar-lembar data pertandingan, tanpa suara, tanpa gambar. Hanya teks-teks saja.

"Football means everything to me. Saya tidak bisa hidup tanpa sepakbola," kata Paul kepada saya melalui pesan pendek, tepat saat saya sedang menuliskan bagian penutup tulisan ini.

Paul memiliki mimpi lain, mimpi itu mungkin bisa saja terwujud di bulan Juli nanti. Mimpi itu adalah bertemu tim idola: Liverpool.

Meskipun tinggal di London, Paul amat mencintai Liverpool. Dia pernah hadir di stadion-stadion elite di Inggris. Di masa mudanya awayday adalah hal yang lazim saat ia mendukung tim lokal Hendon Aways, sebuah klub kecil di London. Sayangnya di masa-masa itu ia tak pernah sama sekali menyaksikan Liverpool berlaga secala langsung. Kendati begitu, kekagumannya pada Liverpool tetap terjaga baik-baik dalam ingatan masa mudanya, juga dalam kenangan masa tuanya.

Paul ingin sekali kembali ke Stadion Gelora Bung Karno saat Liverpool datang ke Indonesia Juli nanti. Ia tak berharap untuk duduk di tribun kehormatan atau VIP sama seperti saat dirinya bersama Adolf Kabo, Mathias Woof, Yohanes Sawor dll. menuai kejayaan Perseman Manokwari di tahun 1985-1986.

Baginya duduk di kursi termurah pun sudah sangat sangat bersyukur. Tapi ia sudah putus asa, pesimis mimpinya tersebut tak akan terlaksana. "Keinginan pasti ada, tapi dengan kondisi seperti ini, saya tak bisa. Tak punya uang. Saya nonton dari televisi saja," lanjutnya sembari tersenyum, dengan bola mata yang agak membesar memancarkan kejenakaan yang agak pahit.

Saat itu juga saya kembali mengontak editor saya di Bandung. Lewat pesan pendek, saya ceritakan mimpi Paul untuk menonton Liverpool. Kesal rasanya menyadari editor saya tak segera membalas. Sampai balasan yang saya tunggu pun datang. Editor saya membalas: "Ok, jangan khawatir. Sampaikan pada Paul, dia bisa pergi ke GBK nonton Liverpool. Kita berangkat sama-sama ke Jakarta dari Bandung nanti. Teknis kita atur kemudian."

Belakangan saya tahu, kenapa editor saya lama membalas pesan saya. Rupanya, dia berdiskusi dengan rekan kami lainnya, editor lain, perihal kemungkinan meminta Paul menulis artikel secara rutin untuk Pandit Football. Menilik kecenderungan Paul yang enggan merepotkan orang lain, memintanya menulis artikel adalah pilihan yang sepertinya akan jadi opsi yang terhormat untuknya.

Saya segera menyampaikan permintaan editor itu kepada Paul. Dia menyambut hangat permintaan itu. Saya katakan padanya dia bisa menulis apa saja: pengalaman-pengalamannya, tentang taktik sepakbola, tips-tips bermain bola atau soccer clinic, atau esai-esai lepas yang bisa mengakomodasi pikiran-pikirannya tentang sepakbola. Apapun itu.

Setelah feature pertama tentang Paul itu tayang di subkanal About the Game ini, saya menagih artikel pertama yang ditulisnya. Dia minta maaf karena belum bisa menyelesaikan tulisan. Katanya: "Maaf, saya sudah 5 malam tidak tidur gara-gara jaga play station. Saya coba besok kalau malam ini bisa tidur. Hehehe …."

Saya merasa bersalah dan sepertinya akan kesulitan menguatkan perasaan saya sendiri jika harus menagih artikel kembali. Tapi tulisan "hehehe…" di belakang permintaan maafnya itu menguatkan saya. Saya membayangkan, Paul mengatakan itu tidak dengan wajah muram, tapi sembari tersenyum, dengan bola mata bulat yang memancarkan cahaya terang yang menandakan dia masih hidup, akan tetap hidup, setidaknya mencoba sekuatnya terus bertahan hidup!

You’ll never walk alone, Paul!

Paul Cumming!! NYATA Kecintaan terhadap Sepak Bola Tanpa Syarat {PART 3}

Usai dipecat dan dirugikan secara sepihak oleh manajemen Persiwon Wondana, Paul Cumming nyaris tak punya kegiatan, pekerjaan dan penghasilan. Rumahnya di Lereng Semeru sejak 2011 pun bukan miliknya, melainkan investasi sang kakak, Rosalind Cumming -- seorang pelukis yang cukup punya nama di Shrospire, satu daerah di bagian barat Inggris.

Tragisnya, saat proses membangun rumah itu, ia kembali dan lagi-lagi kena tipu. Harga tanah yang seharusnya Rp 40 juta malah ia beli dengan Rp 160 juta, harga yang mahal bagi sebuah tanah yang jauh dari keramaian di tengah desa. Tak hanya itu, bangunan yang mestinya awet dan kuat, dalam beberapa bulan malah sudah retak-retak.

Ia merasa dijahili habis-habisan para pekerja tukang bangunan yang bekerja untuknya. Dana Rp 400 juta yang ia keluarkan, tak sebanding dengan kondisi bangunan yang ditaksir hanya sekitar sepertiganya. Pondasi bangunan dibangun tanpa komposisi semen yang pas, arsitekturnya pun asal-asalan. Beberapa tembok malah miring. Alhasil, penghasilannya yang tak seberapa itu ia habiskan untuk memperbaiki rumah.

Tapi Paul tak mau berdiam diri. Ia merasa malu juga hanya mengandalkan sang istri yang banting tulang sebagai guru dengan gaji yang tak seberapa. Mustahil berpangku tangan. Musykil untuk menyerah. Maka ia memutar otaknya untuk bertahan.

Karena itu, dengan modal seadanya yang ia dapat dari sang kakak di London, pada bagian belakang rumahnya ia membuka usaha rental Play Station. Banyaknya unit mencapai 7 mesin. Tarif yang ia patok Rp 2.000/jam. Seberapa menguntungkan sih bisnis seperti ini? Ya "receh" saja. Per bulan ia hanya bisa meraup omzet kotor kisaran Rp 600 ribu - 1 juta. Hasil itu harus dipotong dengan biaya listrik dan gaji anak tetangga berusia 14 tahun yang membantunya menjaga rental.

Anak itu bernama Fikri. Saat ini dialah asisten Paul. Per hari ia dibayar Rp 15 ribu untuk mengurusi rental PS dan membantu Paul. Omzet yang ia dapat setiap bulan jarang masuk kantong pribadi, lebih sering untuk membayar listrik, gaji fikri maupun servis stik PS yang sering rusak.

Berbagai macam upaya ia lakukan untuk menambah uang. Meja foosball usang yang ia punya, disewakan dengan harga seribu perak setengah jam. Banyak anak-anak yang pakai, tapi seringnya dipakai tanpa bayar.

Di belakang rumahnya, ia pun memiliki kolam renang sederhana, airnya diambil dari PAM Desa. Untuk memenuhi kolam itu dengan air PAM Desa, Paul harus menunggu sampai 7 hari 7 malam.

Sebulan kolam itu efektif dipakai paling hanya 20 hari, 3 hari sisanya dipakai Paul seorang diri untuk menyikat dan mengurasnya. Maklum, air desa sering berlumut dan berdaki. Untuk berenang di sana, ia mematok tiket Rp 1.000 sekali masuk. Paul sebenarnya ingin menaikkan harga itu dari jadi Rp 2.000, tetapi ia merasa berat.

Dalam suatu adegan yang saya lihat dengan mata kepala saya sendiri, Paul mengutarakan keinginannya itu kepada anak-anak yang mampir ke rumahnya. "Gimana kalau dinaikkan jadi dua ribu, masih mau gak?" Tanya paul. "Gak Om, mahal," jawab sang bocah.

"Tuh, kan, lihat, mereka gak mau saya naikkan jadi dua ribu. Mereka pernah bilang ke saya, jika dinaikkan dua ribu, mereka lebih memilih berenang di sungai daripada di sini," ucapnya sembari mengangkat kedua tangannya.

Tahukah anda penghasilan yang diterima Paul dari usaha kolam renang dan foosball-nya itu? Hanya Rp 25 ribu/bulan yang masuk dompet.

Play Station yang jadi sandaran hidup

Malam itu waktu menunjukan pukul 21.00 WIB, di luar sudah sangat sepi, hanya terdengar suara jangkrik. Mata Paul sayup-sayup tak kuat menahan rasa kantuk. Tapi ia tampak gelisah tak karuan. Sebabnya, dua gerombolan remaja datang secara bergantian untuk menyewa Play Station untuk dibawa pulang ke rumah. Tarif yang dipatok Paul untuk menyewa seharian adalah Rp 20 ribu/hari.

Tetapi malam itu Paul mencium gelagat tak mengenakan. Ciri-ciri pelanggannya itu sama seperti berita di koran lokal belum lama ini, yang memberitakan beberapa anak SMP yang di-drop out gara-gara ketangkap mencuri PS di Tumpang, 8 km dari rumahnya.

Setelah diusir secara halus, ia takut gerombolan itu kembali. Karenanya ia tak bisa tidur. Play Station miliknya itu kini jadi jimat yang amat berharga baginya. Kendati hasilnya tak seberapa, tapi mesin-mesin buatan Jepang itu adalah penyambung hidup di masa senja. Ia tak ingin PS-nya kembali dicuri orang.

Sejak memulai usaha, sebenarnya ia memiliki 10 buat Play Station, namun tiga bulan lalu Paul kecurian, dua mesinnya raib dirampok maling. Yang lebih getir, yang mencuri adalah anak kampung yang dipercayakan menjadi pembantunya menjaga rental PS. Sedangkan satu mesinnya lagi disewa orang tapi tak pernah dikembalikan hingga sekarang.

Tinggal di Malang, Paul selalu bernasib malang. Sama seperti dulu, hidupnya tetap saja tak lepas dari ditipu, dijahili dan dizalimi. Sering pelanggan rental PS nya kabur dan tak bayar. Sering pula ia kena SMS teror dari warga sekitar. Propaganda guru ngaji di kampung, sempat membuat usahanya nyaris gulung tikar.

"Guru ngajinya pernah bilang ke anak- anak di sini, orang yang main PS tak akan masuk surga. Gara-gara ucapan itu anak-anak kecil di sini takut dan gak mau main PS lagi," katanya.

Kejahatan dibalas dengan senyuman

Usaha lain tak letih-letihnya dilakoni Paul untuk bertahan hidup. Ia pun sempat bertani dengan menanam pohon jeruk di kebun belakang rumahnya. Ada 100 pohon, biaya perawatannya mencapai 2 juta rupiah. Hasil panen yang didapatkan hanya 450 ribu. Sialnya lagi, Paul ditipu oleh petani lokal yang mem-blow-up biaya perawatan menjadi berkali-kali lipat.

Kini pohon jeruk itu masih tertanam di sana, dibiarkan tumbuh liar. Terkadang Paul kesal jeruk-jeruknya yang tak terawat itu hilang dicuri orang.

"Kurang ajar juga anak-anak itu, meskipun sudah dipagar tetap saja mereka mencuri," geramnya.

Di dusun itu terkadang Paul memang tak dihargai. Kerap diledek dan dibentak anak-anak desa yang jadi pelangganya. Hanya saja semua itu dibalas kakek tua itu dengan senyuman lebar yang jadi ciri khasnya. "Pelanggan adalah raja," tuturnya singkat.

Anak-anak itu mungkin tak tahu siapa yang ada di depannya itu. Sesosok pelatih asing yang lebih berjiwa nasionalis ketimbang orang Indonesia itu sendiri. Ia rela tinggal di pedalaman hutan serta pesisir Papua dan Sumatra hanya untuk mengembangkan sepakbola. Ironisnya, selama itu juga ia terkena penyakit malaria hingga 14 kali: 4 kali malaria tropika, 10 kali malaria tessiana.

Takut melatih lagi karena penyakit

Sudah menjadi tekadnya, Paul enggan melatih klub-klub besar di tanah jawa. Ia mengaku lebih bersemangat membesarkan klub-klub kecil yang belum dikenal orang macam Perseman Manokwari dan PSBL Bandar Lampung. Tawaran dari Persib Bandung dan Persebaya pernah ditampiknya dengan alasan idealismenya itu.

Tapi kini idealisme itu kini hanya jadi cerita. Toh ia enggan kembali menjadi pelatih sepakbola. Oleh dokter ia diagnosa menderita penyakit spondilosis [sejenis penyakit rematik yang menyerang tulang belakang].

"Dokter bilang ke saya gak boleh terjatuh atau terpeleset, sekali itu terjadi saya gak akan bangun lagi. Saya jadi kepikiran terus, saya jadi trauma untuk kembali melatih sepakbola takut terpeleset saat latihan," ujarnya.

Tragis memang. Saat ini ia pun menderita penyakit lain. Keningnya terluka dan terus menerus mengeluarkan darah. Kondisi ini sudah terjadi setahun lamanya. Plester dan perban selalu terpampang saat Paul berkaca. Darahnya memang sulit membeku, tapi itu bukan penyakit gula. Entah apa nama penyakit itu dan sampai sekarang luka ini tak sembuh karena Paul memang tak mampu ke dokter untuk memeriksanya. Keuangannya yang pas-pasan jadi penyebabnya.

Untuk berobat ke Kota Malang, setidaknya ia perlu biaya dokter yang mahal serta ongkos Rp 250 ribu untuk menyewa mobil. Paul memang sudah tak kuat lagi naik motor dan angkutan umum. Satu-satunya transportasi hanyalah menyewa mobil.

"Saya tak punya uang untuk sewa mobil dan berobat, kalau ke Kota Malang saya harus sewa mobil ke tetangga 250 ribu, saya gak kuat bayarnya," katanya sembari mengerut.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More